Senin, 17 Maret 2014

AREMANIA DAN MISI KEMANUSIAAN

Bagi kalangan pecinta sepakbola, khususnya sepakbola nasional, kelompok pendukung tim sepakbola Arema asal kota Malang yang biasa disebut Aremania tentunya sudah tidak asing terdengar. Kelompok supporter yang dikenal salah satu kelompok supporter kreatif di negeri ini sering diperbincangkan. Mulai dari kretivitas, militansi dalam mendukung tim idolanya, hingga hal hal negative yang terdengar oleh masyarakat.
Tidak salah, apabila mendengar kata Aremania, maka orang akan berpikiran itu sepakbola. Akan tetapi ada satu hal menarik, disaat erupsi gunung Kelud pada tanggal 20 Februari 2014 lalu, banyak dari Aremania yang terpanggil hatinya untuk melakukan misi kemanusiaan menolong korban bencana erupsi Gunung Kelud. Dari berbagai komunitas maupun korwil Aremania,  melakukan kegiatan kemanusiaan, mulai sumbangan antar Aremania hingga turun ke jalan dengan manyanyikan yel yel dan lagu suporter lengkap dengan iringan gendering drum layaknya didalam stadion. Kegiatan itu marak di jalan jalan protocol di Kota Malang.

Namun, ada pula sekelompok komunitas Aremania yang menamakan komunitas mereka Arema Rescue yang mendirikan posko bencana erupsi gunug Kelud hingga daerah yang terpelosok. Mungkin banyak khalayak yang jarang mendengar sepak terjang komunitas Arema Rescue ini. Akan tetapi, mereka sudah banyak melakukan kegiatan kemanusiaan hingga SAR dibeberapa tempat sebelum terjadinya bencana erupsi Gunung Kelud.

Berawal dari obrolan obrolan ringan dari Sam Deni Klenik, demikian beliau akrab dipanggil, bersama rekan rekannya. “Saya ini tidak paham sepakbola, teman teman saya selalu bicara sepakbola tetapi saya tidak pernah nyambung kalo diajak ngobrol tentang sepakbola.” Awal cerita Sam Deni Klenik yang menjadi penggagas dan pendiri komunitas Arema Rescue. “Ide mendirikan komunitas ini berawal dari pertanyaan-pertanyaan saya ke teman-teman, Aremania ini sudah punya nama besar di kancah sepakbola, disebut-sebut supporter terbaik, kreatif, apa kita cukup sampai disini? Apa kita tidak ingin membawa nama Aremania ke puncak yang lain? Nah, dari situlah tercetus pembentukan Arema Rescue”, ujar Sam Deni Klenik berapi-api.
Menurut Sam Deni Klenik, komunitas ini memiliki 10 anggota dengan spesialis masing-masing, mulai pendistribusian sumbangan, keuangan hingga SAR. Diakui memang, sebagian yang tergabung dalam Arema Rescue ini adalah mereka mereka anggota organisasi Pecinta Alam, jadi tidak heran mereka sebelum terjadinya erupsi Gunung Kelud, mereka sudah melakukan kegiatan SAR di Gunung Semeru, Gunung Arjuno dan ikut turun langsung bencana alam di daerah lain.

Berada di dusun Kedawun, Desa Pandansari Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang, Arema Rescue mendirikan posko bencana alam erupsi Gunung Kelud dimana posko yang mereka dirikan tersebut adalah posko terakhir yang bahkan tidak ada posko bencana dari pemerintah. Meski daerah posko yang mereka dirikan terisolasi akibat tanggul dan jembatan yang merupakan satu satu akses dusun kedawun terputus akibat terjangan lahar dingin, tidak mengurangi semangat mereka. Mulai dari menggunakan tali sling layaknya permainan Flying Fox hingga bekerja sama dengan TNI mendirikan jembatan darurat yang terbuat dari bambu.

Arema Rescue juga bekerja sama dengan beberapa komunitas relawan seperti Global Rescue dan bekerja sama dengan kampus Universitas Brawijaya dalam pemulihan dua dusun yang terkena dampak paling parah dari erupsi Gunung Kelud. “Sore ini kami sedang ngebut pendirian tenda darurat untuk ruang kelas anak-anak SD, karena ruang kelas sekolah mereka hanya tiga ruang yang layak dipakai sebagai tempat mengajar. Anak-anak ini harus cepat kembali belajar agar tidak ketinggalan.” Ujar Sam Deni Klenik. Beliau juga menambahkan, “Di dusun ini sumber mata air tidak ada, praktis air bersih kurang. Dengan terputusnya jembatan yang merupakan satu-satunya akses keluar masuk, kami kesulitan mengadakan air bersih untuk warga. Anak-anak bergerak kesana kemari, akhirnya kami menemukan sumber air yang tidak seberapa besar debit airnya, itu pun berjarak 1,6 kilometer dari dusun. Kami pun bekerja sama dengan komunitas relawan lainnya beserta TNI, mencoba mengalirkan air dari sumber mata air tersebut dengan menggunakan pipa dan bamboo hingga ke kawasan pemukiman warga dusun ini. Untuk sementara pasokan air sedikit teratasi ditambah bantuan pasokan air bersih dari dinas Pekerjaan Umum”


Tidak hanya memilih tinggal didaerah terisolasi, para relawan Arema Rescue kerap kali harus menghadapi bahaya banjir lahar dingin saat mereka bertugas. Sungguh sesuatu hal yang luar biasa, disamping mereka sebagai supporter sepakbola, mereka juga menjalankan misi kemanusiaan dengan dedikasi tinggi. Suatu sikap yang perlu dicontoh dari keberanian dan rasa kemanusiaan mereka, tidak hanya di tribun stadion mereka beraksi untuk mendukung tim kebanggaanya, mereka pun beraksi untuk membantu sesama yang tertimpa bencana dengan terkoordinir dan profesional. Semoga kelak akan muncul muncul komunitas yang seberani dan seprofesional Arema Rescue. Terus berjuang nawak, salut untuk kalian.

Profesionalisme Suporter Sepakbola selama 90 Menit.

Berawal dari istilah Profesional 90 menit yang saya temukan pada Kuliah Twitter atau biasa disebut kultwit pada akun twitter @Anarki_87 yang menurut saya sangat bagus. Kultwit tersebut bertujuan khusus yang mengajak Aremania untuk menjadi supporter sepakbola yang berani dan total selama mendukung tim kebanggaan Arema. Kultwit bertepatan jelang pertandingan antara Arema Indonesia melawan tim ibukota, Persija Jakarta.
Suatu ajakan yang cerdas, berani, bahkan keras mengingat baiknya hubungan kedua kelompok supporter antara Aremania sebagai pendukung tim Singo Edan Arema Indonesia dan The Jak Mania sebagai pendukung tim yang berjuluk Macan Kemayoran, Persija Jakarta.
Fenomena supporter lokal akhir akhir ini memang menunjukkan gairah dan minat yang sangat tinggi terhadap sepakbola lokal, munculnya kelompok kelompok supporter ini juga tidak jarang menimbulkan gesekan antar kelompok supporter. Hingga akhirnya ada semacam opini muncul dua kubu kelompok supporter besar yaitu kubu Malang-Jakarta (Aremania-The Jak Mania) dan kubu Bandung-Surabaya (Viking dan Bonek Mania)
Dari kultwit yang disampaikan akun @Anarki_87 ini, begitu terasa kegelisahan pemilik akun akan fenomena hubungan supporter belakangan ini. Kegelisahan akan arti dan sikap dari para supporter, khususnya Aremania, Aremania tidak fokus dalam mendukung tim nya, tidak focus dalam menghancurkan mental tim lawan. Menurut akun @Anarki_87, supporter seharusnya bersikap selama pertandingan berlangsung dan didalam stadion, maka supporter tim lawan adalah musuh. Dan dengan tegas akun @Anarki_87 menyebutkan, kita jangan ragu-ragu mencaci tim lawan agar mental pemain tim lawan runtuh meski tim lawan tersebut suporternya memiliki hubungan baik dengan kita dan mempersilahkan supporter melanjutkan hubungan yang baik apabila diluar stadion.
Meski begitu, ada pro kontra dalam kultwit akun @Anarki_87, ada yang mendukung ada yang menentang.  Ajakan akun ini sangat baik. Tidak hanya pemain sepakbola yang dituntut untuk professional, kita juga perlu menjadi professional sebagai supporter, mendukung tim kebanggaan dengan totalitas tinggi, memerankan diri sebagai pemain ke dua belas di dalam stadion.
Kalo kita bandingkan dengan kelompok supporter eropa atau amerika latin dalam mendukung timnya, supporter local rasanya memang masih perlu banyak belajar bagaimana mendukung tim kebanggan mereka. Tidak hanya beli tiket dan duduk tenang menonton, tidak hanya berkreativitas, berteriak teriak, bernyanyi diatas tribun, tetapi juga bagaimana bersikap sebagai supporter.
Lalu, apakah kelompok supporter tidak boleh memiliki hubungan baik? Boleh sekali, tidak ada aturan tak tertulis sekalipun dalam dunia supporter untuk memiliki hubungan baik dengan kelompok supporter lain. Tergantung dari ideology yang dimiliki oleh masing masing kelompok supporter. Sebagai contoh, kita bisa melihat betapa harmonisnya hubungan kelompok supporter Nurnberg dan Schalke. Sampai sampai kedua kelompok supporter ini dalam suatu pertandingan  di Bundesliga, kedua kelompok supporter ini melakukan kreativitas bersama dengan menggunakan koreografi yang menunjukkan betapa baiknya hubungan kedua kelompok supporter ini. Di Italia, Ultras Milanisti dan Brescia juga memiliki hubungan yang baik antar kedua kelompok supporter. Akan tetapi, meski mereka memiliki hubungan yang baik, mereka tetap mendukung total tim kebanggaan mereka tanpa harus menghina kelompok supporter lawannya. Atau bagaimana totalitas ultras NEC Nijmegen yang memberikan support penuh hingga ke tempat latihan jelang pertandingan derbi melawan Vitesse.
Dari beberapa contoh diatas sudah menggambarkan, bagaimana supporter bersikap atas timnya, bukan sekedar bernyanyi, berteriak, berkreativitas tanpa jiwa, tetapi mendukung tim kebanggan dengan sepenuh hati, menjadikan sebuah klub sebagai indentitas diri di kancah persepakbolaan. Harus diakui, supporter klub lokal Indonesia masih belum mampu melakukan itu, bahkan untuk menjadi professional selama 90 menit pun masih belum mencapai kesana. Banyak yang mengkritik, bahwa supporter tim lokal baru sebatas life of style, belum menjadi way of life dalam mendukung tim kebanggaannya. Dibutuhkan proses panjang untuk menjadi supporter yang sekedar menjadi professional selama 90 menit, sepakbola kita baru sekedar olahraga menyenangkan untuk dimainkan dan ditonton, belum menjadi suatu olahraga yang menjadi suatu pekerjaan bahkan tradisi. Meski sudah lama mengenal sepakbola, perbedaan kultur, budaya, dan peristiwa politik juga mempengaruhi perkembangan sepakbola kita.

Kultwit akun @Anarki_87 tentang Profesional 90 menit bisa mengajarkan bagaimana kita bersikap dalam kehidupan sehari hari sebagai supporter sepakbola, mampu menempatkan pribadi dalam berbagai kondisi. Sudah sepatutnya ajakan  professional 90 menit ini mampu mengembalikan sikap para suporter sepakbola lokas secara total dan militan yang independen tanpa ditunggangi oleh pihak pihak manapun.